PEMBAHASAN
1. Jelaskan hubungan Filsafat dengan agama?
Jawaban:
Hubungan
antara Filsafat dengan Agama adalah saling berhubungan karena Filsafat menjelaskan
tentang kebenaran pandangan atau pikiran sebagai suatu objek pembahasan ilmu
didunia dan agama memahami ilmu tersebut tidak hanya didunia tetapi juga
dibebaskan kepada hakekatnya yang rohani dan adiduniawi (agama, baru menjadi
saksi kekuasaan Allah yang adiduniawi apabila dalam mengamalkan tugasnya tidak
memakai sarana-sarana kekuasaan, paksaan dan tekanan duniawi). Misalnya: Filsafat
dapat mempertanyakan, apakah sesuatu yang oleh penganut agama dikatakan sebagai
termuat dalam wahyu Allah, memang termasuk wahyu itu. Jadi, filsafat dapat
menjadi alat untuk membebaskan ajaran agama dari unsur-unsur ideologis yang
menuntut sesuatu yang sebenarnya tidak termuat dalam wahyu, melainkan hanya
berdasarkan sebuah interpretasi subyektif. Maka filsafat membantu pembaharuan
agama. Berhadapan dengan tantangan-tantangan zaman, agama tidak sekedar
menyesuaikan dirinya, melainkan menggali jawabannya dengan berpaling kembali
kepada apa yang sebenarnya diwahyukan oleh Allah. Kesimpulannya: bahwa manusia memiliki ilmu pengetahuan yang dapat
dimanfaatkan dimuka bumi ini tetapi memiliki kaidah-kaidah dalam agama dan
filsafat sebagai ilmu berfikir yang menjawab keraguan sesuai dengan
syarat-syaratnya.
2. Aliran berfikir filsafat pada dasarnya
dibagi menjadi dua yaitu empirisme dan rasionalisme. Empirisme mengunakan
pengalaman indera untuk memperoleh pengetahuan, sedangkan rasionalisme
mengunakan kekuatan berfikir abstraksi dalam mengkonstruksi pengetahuan. Jelaskan hubungan antara
empirisme dengan berfikir positivistik dan antara rasionalisme dengan system
logika.
Jawaban:
a.
Hubungan
antara empirisme dengan berfikir positivistik?
Empirisme
berasal dari kata Yunani yaitu "empiris" yang berarti pengalaman
inderawi. Oleh karena itu empirisme dapat dikatakan sebagai faham yang memilih
pengalaman sebagai sumber utama pengenalan. Dan yang dimaksudkan dengan
pengalaman adalah baik pengalaman lahiriyah yang menyangkut dunia maupun
pengalaman batiniyah yang menyangkut pribadi manusia.
Gejala-gejala
alamiah menurut anggapan kaum empiris adalah bersifat kongkret dan dapat
dinyatakan lewat tangkapan pancaindera manusia. Gejala itu kalau kita telaah
lebih lanjut mempunyai beberapa karakteristik tertentu umpamanya saja terdapat
pola yang teratur mengenai suatu kejadian tertentu. Suatu benda padat kalau
dipanaskan akan memanjang. Langit mendung diikuti dengan turunnya hujan.
Demikian seterusnya di mana pengamatan kita akan membuahkan pengetahuan
mengenai berbagai gejala yang mengikuti pola-pola tertentu. Di samping itu kita
melihat adanya karakteristik lain yakni adanya kesamaan dan pengulangan
umpamanya saja bermacam-macam logam kalau kita panaskan akan memanjang. Hal ini
memungkinkan kita untuk melakukan sesuatu generalisasi dari berbagai kasus yang
telah terjadi. Dengan mempergunakan metode induktif maka dapat disusun
pengetahuan yang berlaku secara umum lewat pengamatan terhadap gejala-gejala
fisik yang bersifat individual.
Positivisme menekankan bahwa obyek yang
dikaji harus berupa fakta, dan bahwa kajian harus mengarah kepada kepastian dan
kecermatan. Menurut
Comte, sarana yang dapat dilakukan untuk melakukan kajian ilmiah ialah:
pengamatan, perbandingan, eksperimen, dan metode historis. Positivisme, menurut
Muhadjir (2000) – yang guru besar filsafat ilmu dan metode penelitian – tidak
mempertentangkan antara logika induktif atau deduktif, melainkan lebih
menekankan fakta empiris yang menjadi sumber teori dan penemuan ilmiah.
Kesimpulannya:
hubungan antara empirisme dan positivisme memiliki hubungan antara pengalaman
dan fakta yang terjadi serta melihat melalui pengamatan yang sesuai dengan
teori dan tidak mempertentangannya dalam penemuan ilmiah dalam sebuah
penelitian.
b. Hubungan antara rasionalisme dengan
sistem logika?
Rasionalisme atau gerakan rasionalis adalah sebuah faham atau aliran atau ajaran
atau doktrin filsafat yang menyatakan bahwa kebenaran haruslah ditentukan
melalui pembuktian, logika, dan analisis yang berdasarkan rasio, fakta, ide-ide
yang masuk akal daripada analisis yang melalui iman, dogma, atau ajaran agama. Rasionalisme
mempunyai kemiripan dari segi ideologi dan tujuan dengan humanisme
dan atheisme,
dalam hal bahwa mereka bertujuan untuk menyediakan sebuah wahana bagi diskursus
sosial dan filsafat di luar kepercayaan keagamaan. Meskipun hampir sama, namun
ada perbedaan dengan kedua bentuk tersebut humanisme dan atheisme dengan
rasionalisme. Pada hakikatnya ilmu filsafat adalah ilmu yang mengkritisi
bagaimana sebuah pengetahuan dapat dipertanggungjawabkan kebenaran dan kelurusannya
berdasarkan ilmu logika. [1]Kesimpulannya: Ilmu logika sendiri adalah ilmu yang
mempelajari kecakapan untuk berpikir secara lurus, tepat, dan teratur. Dan
dalam memperoleh kebenaran dan kelurusan dari pengetahuan tersebut dapat
menggunakan rasionalisme. Agar supaya pemikiran dan penalaran kita dapat
berdaya guna dengan membuahkan kesimpulan-kesimpulan yang benar, valid dan
sahih, ada 3 syarat pokok yang harus dipenuhi : 1) pemikiran haruslah
berpangkal pada kenyataan atau kebenaran, 2) alasan-alasan yang dikemukakan haruslah
tepat dan kuat, 3) jalan pikiran haruslah logis.
3. Filsafat
ilmu pada dasarnya adalah cara untuk membuktikan kebenaran. Sedang
penelitian juga merupakan wahana untuk menguji kebenaran. Jelaskan keterkaitan
berfikir positivistik dan post positivistik dalam metodologi penelitian. Berikan argumentasi dengan contoh-contoh.
Jawaban:
Penelitian yang digunakan dalam pendekatan Positivistik,
yaitu berpikir positivistik adalah berpikir spesifik, berpikir tentang empirik
melalui pengamatan yang terukur dan dapat dihapuskan (eliminasi) serta dapat
dimanipulasikan, dilepaskan dari satuan besarnya. Tata fikir logik yang dominan
dalam metodologi penelitian positivistik adalah sebab akibat (kausalitas),
tidak ada akibat tanpa sebab. Pendekatan positivistik juga merupakan pendekatan
dimana setiap orang yang melakukan penelitian mencoba menganalisa fakta-fakta
dan data-data empiris untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi
atau menyebabkan terjadinya sesuatu hal. Contohnya adalah penelitian yang
akan saya ajukan nanti yaitu ”Peningkatan Konsep Belajar Sain Melalui
Pendekatan Multimedia”. Faktanya dilapangan harus sesuai persis realita yang
terjadi dilapangan dan bisa dipersentasikan secara utuh apa adanya. Karena
setelah saya melakukan observasi di sana penggunaan media dalam pembelajaran
sains itu belum optimal, pendidik hanya menggunakan lembar kerja saja.
Postpositivisme adalah aliran yang ingin memperbaiki
kelemahan pada Positivisme. Satu sisi Postpositivisme sependapat dengan
Positivisme bahwa realitas itu memang nyata ada sesuai hukum alam. Tetapi pada
sisi lain Postpositivisme berpendapat manusia tidak mungkin mendapatkan
kebenaran dari realitas apabila peneliti membuat jarak dengan realitas atau
tidak terlibat secara langsung dengan realitas. Hubungan antara peneliti dengan
realitas harus bersifat interaktif, untuk itu perlu menggunakan prinsip trianggulasi yaitu
penggunaan bermacam-macam metode, sumber data, data, dan lain-lain.
4. Jelaskan peran penting apriori dalam
melakukan kegiatan berfikir rasionalistik. Apakah yang akan terjadi bila
seseorang melakukan kegiatan berfikir rasionalistik dengan tanpa apriori
terlebih dahulu?
Jawaban
: Apriori adalah cara memperoleh
pengetahuan tanpa
memanfaatkan suatu (atau beberapa) pengalaman
khusus. Rasionalisme adalah pendekatan
terhadap filsafat yang memandang logika dan argumen rasional
sebagai alat
pokok untuk mendapatkan kebenaran filosofis. Dari dua pengertian tersebut,
apriori menjadi penting dalam melakukan kegiatan berfikir rasionalistik .
Deduksi adalah cara kerja dari apriori yang
ruang lingkup kerjanya ada pada
ilmu-ilmu pasti, karena lingkup mendahului adanya kenyataan itu. Hal ini
berarti sangat mengandalkan“rasio” untuk memecahkan problem (kebenaran) yang
lepas dari jangkauan indra; lebih
mengutamakan (kemampuan) akal dari pada emosi, atau batin.
Jika
seseorang melakukan kegiatan tanpa ada nya apriori akan menimbulkan ke tidak mampu
mengolah pengetahuan, dengan pengolahan tersebut, dapat ditertawakan oleh orang
lain, menjadi tidak bermakna, tidak dapat dikembangkan, dan tidak dapat mengamalkan
serta mengaplikasikannya dalam melakukan perubahan dan peningkatan ke arah
kehidupan yang lebih baik.
5. Anda calon magister pendidikan anak usia
dini yang akan mengembangkan ilmu pendidikan anak usia dini. Coba buat
konstruksi Filsafat ilmu pengetahuan,
dalam hal ini ilmu pendidikan anak usia dini. Meliputi aspek ontology, aspek
epistemology mengenai hakekat ilmu pendidikan anak usia dini. Bagaimana anda
membuktikan kebenararan ilmu tersebut dari aspek aksiologi? Apakah manfaat
pendidikan anak usia dini?
Jawaban:
Setiap
jenis pengetahuan mempunyai ciri-ciri yang spesifik mengenai apa (ontology),
bagaimana (epistemology) dan untuk apa (aksiologi) pengetahuan tersebut
disusun.
Ontologynya
adalah sebagai berikut:
Di
dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem
Pendidikan Nasional Pasal 1 ayat 1 dinyatakan bahwa “Pendidikan
adalah Usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan,
pengajaran, dan/atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang”.
Anak
usia dini menurut Santoso Soegeng yaitu anak- anak yang berada pada masa usia
lahir sampai 8 tahun. Masa- masa usia dini memiliki peran sangat penting bagi
peningkatan kualitas perkembangan masa depan manusia. Hal ini terjadi karena
pada masa usia dinilah semua aspek perkembangan yang penting terjadi secara
pesat melebihi perkembangan pada masa- masa lainnya.[2] Sedangkan Aisyah
mendefinisikan anak usia dini sebagai anak yang mempunyai berbagai macam
karakteristik yaitu memiliki rasa ingin tahu yang besar, merupakan pribadi yang
unit, suka berfantasi dan berimajinasi, merupakan masa paling potensial untuk
belajar, suka menunjukkan sikap egosentris, memiliki rentang daya konsentrasi
yang pendek, sebagai mahluk sosial dan lain sebagainya.[3]
Pendidikan
Anak Usia Dini dapat diartikan seperti yang terdapat dalam UU Sisdiknas No.
20/2003 Bab I pasal 1 ayat 14, yaitu Pendidikan Anak Usia Dini diselenggarakan
bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui
pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan
jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih
lanjut (Depdiknas, USPN, 2004:4)[4].
Pendidikan anak usia
dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang
menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik
(koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan
(daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), sosio emosional
(sikap dan perilaku serta agama) bahasa dan komunikasi, sesuai dengan keunikan
dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini.[5]
Epistemology adalah sebagai berikut:
Anak memiliki
karakteristik yang berbeda dengan orang dewasa dalam berperilaku. Dengan
demikian dalam hal belajar anak juga memiliki karakteristik yang tidak sama
pula dengan orang dewasa. Karakteristik cara belajar anak merupakan fenomena
yang harus dipahami dan dijadikan acuan dalam merencanakan dan melaksanakan
pembelajaran untuk anak usia dini. Adapun karakterisktik cara belajar anak
menurut Masitoh dkk. adalah :
a. Anak belajar melalui bermain.
Dalam
kenyataan di lapangan ternyata masyarakat Indonesia masih memiliki pemikiran
bahwa pembelajaran yang senantiasa dilakukan pada pendidikan dasar adalah
membaca,menulis dan berhitung (calistung) baik itu di sekolah dasar maupun di
Taman kanak-kanak sekalipun. Belajar calistung memang pada dasarnya penting
karena hal tersebut merupakan dasar untuk mengembangkan pengetahuan selanjutnya
yang akan dipelajari anak pada tingkatan yang lebih tinggi.
Kesimpulannya: anak usia dini yang merupakan usia golden age calistung bukanlah suatu hal
yang utama dalam pembelajaran karena pada usia ini pengembangan tidaklah hanya
pada otak kiri saja melainkan harus ada keseimbangan antara otak kiri dan otak
kanan, yang pada dasarnya menurut beberapa penelitian akan terjadi kemampuan
yang luar biasa ketika kedua otak tersebut dapat difungsikan.
b. Anak belajar dengan cara membangun pengetahuannya.
Hal ini
dapat diartikan bahwa anak belajar dengan pengalamannya secara langsung, guru
hanya bertugas memberikan fasilitas dan stimulus pada anak agar anak terangsang
untuk melakukan sebuah aktifitas pembelajaran sehingga pada akhirnya anak akan
mendapatkan sebuah pengalaman baru yang nantinya akan disimpulkan menjadi
sebuah proses belajar yang berawal dari ketidaktahuan menjadi tahu sebagai
akibat dari pengalaman langsung tersebut.
Kesimpulannya: Anak belajar dengan kemampuan, potensi serta apa yang dia miliki tanpa ada
paksaan atau tuntutan yang berlebihan, sehingga anak tumbuh dan berkembang
sesuai dengan fitrahnya melalui cara belajar alamiah.
c. Anak belajar paling baik jika apa yang dipelajarinya
mempertimbangkan keseluruhan aspek pengembangan, bermakna, menarik, dan
fungsional.
Kesimpulannya: Dari pernyataan tersebut bisa kita teliti satu persatu, yang pertama
adalah mempertimbangkan keseluruhan aspek pengembangan, pada dasarnya
pembelajaran pada anak usia dini dilakukan secara terintegrasi dan berdasarkan
tema sehingga aspek perkembangan yang dikembangkanpun bervariasi hal tersebut
berdasarkan pada teori multiple intelegensi.
Aksiologinya
adalah sebagai berikut:
a) Belajar, bermain, dan bernyanyi
Pembelajaran
untuk anak usia dini menggunakan prinsip belajar, bermain, dan bernyanyi
(Slamet Suyanto, 2005: 133). “Pembelajaran untuk anak usia dini diwujudkan
sedemikian rupa sehingga dapat membuat anak aktif, senang, bebas memilih.
Anak-anak belajar melalui interaksi dengan alat-alat permainan dan perlengkapan
serta manusia. Anak belajar dengan bermain dalam suasana yang menyenangkan,
Hasil belajar anak menjadi lebih baik jika kegiatan belajar dilakukan dengan
teman sebayanya. Dalam belajar, anak menggunakan seluruh alat inderanya.”
Kesimpulannya: Kegiatan ini adalah kegiatan rutinitas bagi anak usia dini, kegiatan ini
diselenggarakan di PAUD adalah untuk memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan
anak secara optimal, bermakna dan menyenangkan.
b) Pembelajaran yang berorientasi pada perkembangan
Menurut
Masitoh Pembelajaran yang berorientasi pada perkembangan mengacu pada tiga hal
penting, yaitu : “1) berorientasi pada usia yang tepat, 2) berorientasi pada
individu yang tepat, dan 3) berorientasi pada konteks social budaya.
Kesimpulannya: Pembelajaran yang berorientasi pada perkembangan harus sesuai dengan
tingkat usia anak, artinya pembelajaran harus diminati, kemampuan yang
diharapkan dapat dicapai, serta kegiatan belajar tersebut menantang untuk
dilakukan anak di usia tersebut. Manusia
merupakan makhluk individu. Perbedaan individual juga harus manjadi
pertimbangan guru dalam merancang, menerapkan, mengevaluasi kegiatan,
berinteraksi, dan memenuhi harapan anak.
Selain
berorientasi pada usia dan individu yang tepat, pembelajaran berorientasi
perkembangan harus mempertimbangkan konteks sosial budaya anak. Untuk dapat
mengembangkan program pembelajaran yang bermakna, guru hendaknya melihat anak
dalam konteks keluarga, masyarakat, faktor budaya yang melingkupinya.
c) Belajar Kecakapan Hidup
PAUD mengembangkan diri anak secara menyeluruh. Bagian
dari diri anak yang dikembangkan meliputi bidang fisik-motorik, moral, sosial,
emosional, kreativitas, dan bahasa. “Dalam buku Selamet Suryanto, tujuan
belajar kecakapan hidup ialah agar kelak anak berkembang menjadi manusia yang
utuh yang memiliki kepribadian dan akhlak yang mulia, cerdas dan terampil,
mampu bekerjasama dengan orang lain, dan mampu hidup berbangsa dan bernegara
serta bermasyarakat.”
Kesimpulannya: Belajar memiliki fungsi untuk memperkenalkan anak dengan lingkungan
sekitarnya. Belajar kecakapan hidup adalah salah satu cara mengasah kemampuan
bertahan hidup. Hal tersebut adalah untuk membekali anak sebagai makhluk
individu dan sosial dimasa yang akan datang.
d) Belajar dari Benda Konkrit
Anak
usia 5-6 tahun menurut Piaget (1972) “sedang dalam taraf perkembangan kognitif
fase Pra-Operasional.” Anak belajar dengan baik melalui benda-benda
nyata. Pada tahap selanjutnya objek permanency sudah muai berkembang.
Anak dapat belajar mengingat benda-benda, jumlah dan ciri-ciriya meskipun
bendanya sudah tidak ada.
Kesimpulannya: anak usia dini melihat dari kehidupan yang nyata dan masih polos serta
sesuai dengan perkembangan kognitifnya.
e) Belajar Terpadu
Pada
Pendidikan Anak Usia Dini, pembelajaran diberikan secara terpadu, tidak belajar
mata pelajaran tertentu. Hal ini didasarkan atas berbagai kajian keilmuan PAUD,
bahwa anak belajar segala sesuatu dari fenomena dan objek yang ditemui. Melalui
air mereka bisa belajar berhitung (matematika), menegenal sifat-sifat air
(IPA), menggambar air mancur (seni), dan fungsi air dalam kehidupan masyarakat
(sosial).
Kesimpulannya: Pembelajaran terpadu dengan tema dasar tertentu dikenal dengan
pembelajaran tematik. Tema dasar dipilih dari kejadian sehari-hari yang
dialami oleh sisiwa. Dalam tema dasar yang dipilih dikembangkan menjadi
tema-tema yang banyak yang disebut unit tema. Pemilihan unit tema, didasarkan
atas berbagai pertimbangan, seperti muatan kurikulum, pengetahuan, nilai-nilai,
keterampilan, dan sikap yang ingin dikembangkan.
Manfaat
dari Pendidikan Anak Usia Dini adalah sebagai berikut:
a. Memberikan
bimbingan yang baik untuk meningkatkan potensi yang dimiliki oleh anak usia
dini,
b. Memberikan
stimulus dan rangsangan untuk perkembangan anak usia dini,
c. Meningkatkan
kreativitas yang ada pada anak usia dini,
d. Memberikan
pengasuhan memungkinkan anak usia dini tumbuh dan berkembang sesuai dengan
usia,
e. Mengidentifikasi
permasalahan yang mungkin terjadi sehingga jika terjadi penyimpangan dapat dilakukan
intervensi dini,
f. Memberikan
pengalaman yang beranekaragam dan mengasyikan bagi anak usia dini,
g. Memotivasi
yang memungkinkan mereka mengembangkan potensi dalam berbagai bidang sehingga
siap mengikuti pendidikan pada jenjang sekolah dasar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar