Rabu, 05 Februari 2014

Hakikat Ilmu pendidikan anak usia dini dalam Filsafat




PEMBAHASAN

1.  Jelaskan hubungan Filsafat dengan agama?
Jawaban:
Hubungan antara Filsafat dengan Agama adalah saling berhubungan karena Filsafat menjelaskan tentang kebenaran pandangan atau pikiran sebagai suatu objek pembahasan ilmu didunia dan agama memahami ilmu tersebut tidak hanya didunia tetapi juga dibebaskan kepada hakekatnya yang rohani dan adiduniawi (agama, baru menjadi saksi kekuasaan Allah yang adiduniawi apabila dalam mengamalkan tugasnya tidak memakai sarana-sarana kekuasaan, paksaan dan tekanan duniawi). Misalnya: Filsafat dapat mempertanyakan, apakah sesuatu yang oleh penganut agama dikatakan sebagai termuat dalam wahyu Allah, memang termasuk wahyu itu. Jadi, filsafat dapat menjadi alat untuk membebaskan ajaran agama dari unsur-unsur ideologis yang menuntut sesuatu yang sebenarnya tidak termuat dalam wahyu, melainkan hanya berdasarkan sebuah interpretasi subyektif. Maka filsafat membantu pembaharuan agama. Berhadapan dengan tantangan-tantangan zaman, agama tidak sekedar menyesuaikan dirinya, melainkan menggali jawabannya dengan berpaling kembali kepada apa yang sebenarnya diwahyukan oleh Allah. Kesimpulannya: bahwa manusia memiliki ilmu pengetahuan yang dapat dimanfaatkan dimuka bumi ini tetapi memiliki kaidah-kaidah dalam agama dan filsafat sebagai ilmu berfikir yang menjawab keraguan sesuai dengan syarat-syaratnya.



2.  Aliran berfikir filsafat pada dasarnya dibagi menjadi dua yaitu empirisme dan rasionalisme. Empirisme mengunakan pengalaman indera untuk memperoleh pengetahuan, sedangkan rasionalisme mengunakan kekuatan berfikir abstraksi dalam mengkonstruksi  pengetahuan. Jelaskan hubungan antara empirisme dengan berfikir positivistik dan antara rasionalisme dengan system logika.
Jawaban:
a.    Hubungan antara empirisme dengan berfikir positivistik?
Empirisme berasal dari kata Yunani yaitu "empiris" yang berarti pengalaman inderawi. Oleh karena itu empirisme dapat dikatakan sebagai faham yang memilih pengalaman sebagai sumber utama pengenalan. Dan yang dimaksudkan dengan pengalaman adalah baik pengalaman lahiriyah yang menyangkut dunia maupun pengalaman batiniyah yang menyangkut pribadi manusia.
Gejala-gejala alamiah menurut anggapan kaum empiris adalah bersifat kongkret dan dapat dinyatakan lewat tangkapan pancaindera manusia. Gejala itu kalau kita telaah lebih lanjut mempunyai beberapa karakteristik tertentu umpamanya saja terdapat pola yang teratur mengenai suatu kejadian tertentu. Suatu benda padat kalau dipanaskan akan memanjang. Langit mendung diikuti dengan turunnya hujan. Demikian seterusnya di mana pengamatan kita akan membuahkan pengetahuan mengenai berbagai gejala yang mengikuti pola-pola tertentu. Di samping itu kita melihat adanya karakteristik lain yakni adanya kesamaan dan pengulangan umpamanya saja bermacam-macam logam kalau kita panaskan akan memanjang. Hal ini memungkinkan kita untuk melakukan sesuatu generalisasi dari berbagai kasus yang telah terjadi. Dengan mempergunakan metode induktif maka dapat disusun pengetahuan yang berlaku secara umum lewat pengamatan terhadap gejala-gejala fisik yang bersifat individual.
Positivisme menekankan bahwa obyek yang dikaji harus berupa fakta, dan bahwa kajian harus mengarah kepada kepastian dan kecermatan. Menurut Comte, sarana yang dapat dilakukan untuk melakukan kajian ilmiah ialah: pengamatan, perbandingan, eksperimen, dan metode historis. Positivisme, menurut Muhadjir (2000) – yang guru besar filsafat ilmu dan metode penelitian – tidak mempertentangkan antara logika induktif atau deduktif, melainkan lebih menekankan fakta empiris yang menjadi sumber teori dan penemuan ilmiah.
Kesimpulannya: hubungan antara empirisme dan positivisme memiliki hubungan antara pengalaman dan fakta yang terjadi serta melihat melalui pengamatan yang sesuai dengan teori dan tidak mempertentangannya dalam penemuan ilmiah dalam sebuah penelitian.
b.    Hubungan antara rasionalisme dengan sistem logika?
Rasionalisme atau gerakan rasionalis adalah sebuah faham atau aliran atau ajaran atau doktrin filsafat yang menyatakan bahwa kebenaran haruslah ditentukan melalui pembuktian, logika, dan analisis yang berdasarkan rasio, fakta, ide-ide yang masuk akal daripada analisis yang melalui iman, dogma, atau ajaran agama. Rasionalisme mempunyai kemiripan dari segi ideologi dan tujuan dengan humanisme dan atheisme, dalam hal bahwa mereka bertujuan untuk menyediakan sebuah wahana bagi diskursus sosial dan filsafat di luar kepercayaan keagamaan. Meskipun hampir sama, namun ada perbedaan dengan kedua bentuk tersebut humanisme dan atheisme dengan rasionalisme. Pada hakikatnya ilmu filsafat adalah ilmu yang mengkritisi bagaimana sebuah pengetahuan dapat dipertanggungjawabkan kebenaran dan kelurusannya berdasarkan ilmu logika. [1]Kesimpulannya: Ilmu logika sendiri adalah ilmu yang mempelajari kecakapan untuk berpikir secara lurus, tepat, dan teratur. Dan dalam memperoleh kebenaran dan kelurusan dari pengetahuan tersebut dapat menggunakan rasionalisme. Agar supaya pemikiran dan penalaran kita dapat berdaya guna dengan membuahkan kesimpulan-kesimpulan yang benar, valid dan sahih, ada 3 syarat pokok yang harus dipenuhi : 1) pemikiran haruslah berpangkal pada kenyataan atau kebenaran, 2) alasan-alasan yang dikemukakan haruslah tepat dan kuat, 3) jalan pikiran haruslah logis.

3.  Filsafat  ilmu pada dasarnya adalah cara untuk membuktikan kebenaran. Sedang penelitian  juga merupakan wahana  untuk menguji kebenaran. Jelaskan keterkaitan berfikir positivistik dan post positivistik dalam metodologi penelitian.  Berikan argumentasi dengan contoh-contoh.
Jawaban:
Penelitian yang digunakan dalam pendekatan Positivistik, yaitu berpikir positivistik adalah berpikir spesifik, berpikir tentang empirik melalui pengamatan yang terukur dan dapat dihapuskan (eliminasi) serta dapat dimanipulasikan, dilepaskan dari satuan besarnya. Tata fikir logik yang dominan dalam metodologi penelitian positivistik adalah sebab akibat (kausalitas), tidak ada akibat tanpa sebab. Pendekatan positivistik juga merupakan pendekatan dimana setiap orang yang melakukan penelitian mencoba menganalisa fakta-fakta dan data-data empiris untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi atau menyebabkan terjadinya sesuatu hal. Contohnya adalah penelitian yang akan saya ajukan nanti yaitu ”Peningkatan Konsep Belajar Sain Melalui Pendekatan Multimedia”. Faktanya dilapangan harus sesuai persis realita yang terjadi dilapangan dan bisa dipersentasikan secara utuh apa adanya. Karena setelah saya melakukan observasi di sana penggunaan media dalam pembelajaran sains itu belum optimal, pendidik hanya menggunakan lembar kerja saja.
Postpositivisme adalah aliran yang ingin memperbaiki kelemahan pada Positivisme. Satu sisi Postpositivisme sependapat dengan Positivisme bahwa realitas itu memang nyata ada sesuai hukum alam. Tetapi pada sisi lain Postpositivisme berpendapat manusia tidak mungkin mendapatkan kebenaran dari realitas apabila peneliti membuat jarak dengan realitas atau tidak terlibat secara langsung dengan realitas. Hubungan antara peneliti dengan realitas harus bersifat interaktif, untuk itu perlu menggunakan prinsip trianggulasi yaitu penggunaan bermacam-macam metode, sumber data, data, dan lain-lain.

4.  Jelaskan peran penting apriori dalam melakukan kegiatan berfikir rasionalistik. Apakah yang akan terjadi bila seseorang melakukan kegiatan berfikir rasionalistik dengan tanpa apriori terlebih dahulu?
Jawaban : Apriori  adalah cara memperoleh pengetahuan tanpa memanfaatkan suatu (atau beberapa) pengalaman khusus. Rasionalisme adalah pendekatan terhadap filsafat yang memandang logika dan argumen rasional sebagai alat pokok untuk mendapatkan kebenaran filosofis. Dari dua pengertian tersebut, apriori menjadi penting dalam melakukan kegiatan berfikir rasionalistik . Deduksi adalah cara kerja dari apriori yang  ruang lingkup kerjanya ada pada  ilmu-ilmu pasti, karena lingkup mendahului adanya kenyataan itu. Hal ini berarti sangat mengandalkan“rasio” untuk memecahkan problem (kebenaran) yang lepas dari jangkauan indra;  lebih mengutamakan (kemampuan) akal dari pada emosi, atau batin.
Jika seseorang melakukan kegiatan tanpa ada nya apriori akan menimbulkan ke tidak mampu mengolah pengetahuan, dengan pengolahan tersebut, dapat ditertawakan oleh orang lain, menjadi tidak bermakna, tidak dapat dikembangkan, dan tidak dapat mengamalkan serta mengaplikasikannya dalam melakukan perubahan dan peningkatan ke arah kehidupan yang lebih baik.

5.  Anda calon magister pendidikan anak usia dini yang akan mengembangkan ilmu pendidikan anak usia dini. Coba buat konstruksi  Filsafat ilmu pengetahuan, dalam hal ini ilmu pendidikan anak usia dini. Meliputi aspek ontology, aspek epistemology mengenai hakekat ilmu pendidikan anak usia dini. Bagaimana anda membuktikan kebenararan ilmu tersebut dari aspek aksiologi? Apakah manfaat pendidikan anak usia dini?
Jawaban:
Setiap jenis pengetahuan mempunyai ciri-ciri yang spesifik mengenai apa (ontology), bagaimana (epistemology) dan untuk apa (aksiologi) pengetahuan tersebut disusun.


Ontologynya adalah sebagai berikut:
Di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 ayat 1 dinyatakan bahwa “Pendidikan adalah Usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang”.
Anak usia dini menurut Santoso Soegeng yaitu anak- anak yang berada pada masa usia lahir sampai 8 tahun. Masa- masa usia dini memiliki peran sangat penting bagi peningkatan kualitas perkembangan masa depan manusia. Hal ini terjadi karena pada masa usia dinilah semua aspek perkembangan yang penting terjadi secara pesat melebihi perkembangan pada masa- masa lainnya.[2] Sedangkan Aisyah mendefinisikan anak usia dini sebagai anak yang mempunyai berbagai macam karakteristik yaitu memiliki rasa ingin tahu yang besar, merupakan pribadi yang unit, suka berfantasi dan berimajinasi, merupakan masa paling potensial untuk belajar, suka menunjukkan sikap egosentris, memiliki rentang daya konsentrasi yang pendek, sebagai mahluk sosial dan lain sebagainya.[3]
Pendidikan Anak Usia Dini dapat diartikan seperti yang terdapat dalam UU Sisdiknas No. 20/2003 Bab I pasal 1 ayat 14, yaitu Pendidikan Anak Usia Dini diselenggarakan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut (Depdiknas, USPN, 2004:4)[4].
Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), sosio emosional (sikap dan perilaku serta agama) bahasa dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini.[5]
Epistemology adalah sebagai berikut:
Anak memiliki karakteristik yang berbeda dengan orang dewasa dalam berperilaku. Dengan demikian dalam hal belajar anak juga memiliki karakteristik yang tidak sama pula dengan orang dewasa. Karakteristik cara belajar anak merupakan fenomena yang harus dipahami dan dijadikan acuan dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran untuk anak usia dini. Adapun karakterisktik cara belajar anak menurut Masitoh dkk. adalah :
a.    Anak belajar melalui bermain.
Dalam kenyataan di lapangan ternyata masyarakat Indonesia masih memiliki pemikiran bahwa pembelajaran yang senantiasa dilakukan pada pendidikan dasar adalah membaca,menulis dan berhitung (calistung) baik itu di sekolah dasar maupun di Taman kanak-kanak sekalipun. Belajar calistung memang pada dasarnya penting karena hal tersebut merupakan dasar untuk mengembangkan pengetahuan selanjutnya yang akan dipelajari anak pada tingkatan yang lebih tinggi.
Kesimpulannya: anak usia dini yang merupakan usia golden age calistung bukanlah suatu hal yang utama dalam pembelajaran karena pada usia ini pengembangan tidaklah hanya pada otak kiri saja melainkan harus ada keseimbangan antara otak kiri dan otak kanan, yang pada dasarnya menurut beberapa penelitian akan terjadi kemampuan yang luar biasa ketika kedua otak tersebut dapat difungsikan.
b.    Anak belajar dengan cara membangun pengetahuannya.
Hal ini dapat diartikan bahwa anak belajar dengan pengalamannya secara langsung, guru hanya bertugas memberikan fasilitas dan stimulus pada anak agar anak terangsang untuk melakukan sebuah aktifitas pembelajaran sehingga pada akhirnya anak akan mendapatkan sebuah pengalaman baru yang nantinya akan disimpulkan menjadi sebuah proses belajar yang berawal dari ketidaktahuan menjadi tahu sebagai akibat dari pengalaman langsung tersebut.
Kesimpulannya: Anak belajar dengan kemampuan, potensi serta apa yang dia miliki tanpa ada paksaan atau tuntutan yang berlebihan, sehingga anak tumbuh dan berkembang sesuai dengan fitrahnya melalui cara belajar alamiah.
c.    Anak belajar paling baik jika apa yang dipelajarinya mempertimbangkan keseluruhan aspek pengembangan, bermakna, menarik, dan fungsional.
Kesimpulannya: Dari pernyataan tersebut bisa kita teliti satu persatu, yang pertama adalah mempertimbangkan keseluruhan aspek pengembangan, pada dasarnya pembelajaran pada anak usia dini dilakukan secara terintegrasi dan berdasarkan tema sehingga aspek perkembangan yang dikembangkanpun bervariasi hal tersebut berdasarkan pada teori multiple intelegensi.
Aksiologinya adalah sebagai berikut:
a)    Belajar, bermain, dan bernyanyi
Pembelajaran untuk anak usia dini menggunakan prinsip belajar, bermain, dan bernyanyi (Slamet Suyanto, 2005: 133). “Pembelajaran untuk anak usia dini diwujudkan sedemikian rupa sehingga dapat membuat anak aktif, senang, bebas memilih. Anak-anak belajar melalui interaksi dengan alat-alat permainan dan perlengkapan serta manusia. Anak belajar dengan bermain dalam suasana yang menyenangkan, Hasil belajar anak menjadi lebih baik jika kegiatan belajar dilakukan dengan teman sebayanya. Dalam belajar, anak menggunakan seluruh alat inderanya.”
Kesimpulannya: Kegiatan ini adalah kegiatan rutinitas bagi anak usia dini, kegiatan ini diselenggarakan di PAUD adalah untuk memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan anak secara optimal, bermakna dan menyenangkan.
b)    Pembelajaran yang berorientasi pada perkembangan
Menurut Masitoh Pembelajaran yang berorientasi pada perkembangan mengacu pada tiga hal penting, yaitu : “1) berorientasi pada usia yang tepat, 2) berorientasi pada individu yang tepat, dan 3) berorientasi pada konteks social budaya.
Kesimpulannya: Pembelajaran yang berorientasi pada perkembangan harus sesuai dengan tingkat usia anak, artinya pembelajaran harus diminati, kemampuan yang diharapkan dapat dicapai, serta kegiatan belajar tersebut menantang untuk dilakukan anak di usia tersebut.  Manusia merupakan makhluk individu. Perbedaan individual juga harus manjadi pertimbangan guru dalam merancang, menerapkan, mengevaluasi kegiatan, berinteraksi, dan memenuhi harapan anak.
Selain berorientasi pada usia dan individu yang tepat, pembelajaran berorientasi perkembangan harus mempertimbangkan konteks sosial budaya anak. Untuk dapat mengembangkan program pembelajaran yang bermakna, guru hendaknya melihat anak dalam konteks keluarga, masyarakat, faktor budaya yang melingkupinya.
c)    Belajar Kecakapan Hidup
PAUD mengembangkan diri anak secara menyeluruh. Bagian dari diri anak yang dikembangkan meliputi bidang fisik-motorik, moral, sosial, emosional, kreativitas, dan bahasa. “Dalam buku Selamet Suryanto, tujuan belajar kecakapan hidup ialah agar kelak anak berkembang menjadi manusia yang utuh yang memiliki kepribadian dan akhlak yang mulia, cerdas dan terampil, mampu bekerjasama dengan orang lain, dan mampu hidup berbangsa dan bernegara serta bermasyarakat.”
Kesimpulannya: Belajar memiliki fungsi untuk memperkenalkan anak dengan lingkungan sekitarnya. Belajar kecakapan hidup adalah salah satu cara mengasah kemampuan bertahan hidup. Hal tersebut adalah untuk membekali anak sebagai makhluk individu dan sosial dimasa yang akan datang.
d)    Belajar dari Benda Konkrit
Anak usia 5-6 tahun menurut Piaget (1972) “sedang dalam taraf perkembangan kognitif fase Pra-Operasional.” Anak belajar dengan baik melalui benda-benda nyata. Pada tahap selanjutnya objek permanency sudah muai berkembang. Anak dapat belajar mengingat benda-benda, jumlah dan ciri-ciriya meskipun bendanya sudah tidak ada.
Kesimpulannya: anak usia dini melihat dari kehidupan yang nyata dan masih polos serta sesuai dengan perkembangan kognitifnya.
e)    Belajar Terpadu
Pada Pendidikan Anak Usia Dini, pembelajaran diberikan secara terpadu, tidak belajar mata pelajaran tertentu. Hal ini didasarkan atas berbagai kajian keilmuan PAUD, bahwa anak belajar segala sesuatu dari fenomena dan objek yang ditemui. Melalui air mereka bisa belajar berhitung (matematika), menegenal sifat-sifat air (IPA), menggambar air mancur (seni), dan fungsi air dalam kehidupan masyarakat (sosial).
Kesimpulannya: Pembelajaran terpadu dengan tema dasar tertentu dikenal dengan pembelajaran tematik.  Tema dasar dipilih dari kejadian sehari-hari yang dialami oleh sisiwa. Dalam tema dasar yang dipilih dikembangkan menjadi tema-tema yang banyak yang disebut unit tema. Pemilihan unit tema, didasarkan atas berbagai pertimbangan, seperti muatan kurikulum, pengetahuan, nilai-nilai, keterampilan, dan sikap yang ingin dikembangkan.

Manfaat dari Pendidikan Anak Usia Dini adalah sebagai berikut:
a.    Memberikan bimbingan yang baik untuk meningkatkan potensi yang dimiliki oleh anak usia dini,
b.    Memberikan stimulus dan rangsangan untuk perkembangan anak usia dini,
c.    Meningkatkan kreativitas yang ada pada anak usia dini,
d.    Memberikan pengasuhan memungkinkan anak usia dini tumbuh dan berkembang sesuai dengan usia,
e.    Mengidentifikasi permasalahan yang mungkin terjadi sehingga jika terjadi penyimpangan dapat dilakukan intervensi dini,
f.     Memberikan pengalaman yang beranekaragam dan mengasyikan bagi anak usia dini,
g.    Memotivasi yang memungkinkan mereka mengembangkan potensi dalam berbagai bidang sehingga siap mengikuti pendidikan pada jenjang sekolah dasar.





[2] Soegeng Santoso, Pendampingan Perkembangan Anak Usia Dini, (Jakarta: Depdiknas, 2004), hal 31
[3]Siti Aisyah dkk, Perkembangan dan Konsep Dasar Pengembangan Anak Usia Dini, (Banten: Universitas Terbuka, 2012), hal. 5
[4] Yuliani N. Sujiono, Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini, (Jakarta: PT. Indeks, 2009), hal. 6
[5] http://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan_anak_usia_dini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar